Ini Pihak yang Bertanggung Jawab atas Robohnya Ponpes Al Khoziny Menurut Pakar Hukum

Polda jatim ambruknya Pondok Pesantren Al Khoziny di Sidoarjo, Jawa Timur
Pakar hukum pidana dari Universitas Tarumanegara (Untar), Hery Firmansyah, menegaskan bahwa tanggung jawab hukum atas robohnya musala Pondok Pesantren Al Khoziny di Sidoarjo, Jawa Timurβ€”yang menewaskan puluhan orangβ€”tidak bisa dianggap selesai begitu saja dengan menyebutnya sebagai β€œtakdir”. Menurutnya, peristiwa tragis tersebut memiliki unsur kausalitas hukum yang perlu diselidiki secara serius oleh aparat penegak hukum Dalam dialog Sapa Indonesia Malam Kompas TV, Jumat (10/10/2025), Hery menyatakan bahwa pihak yang paling bertanggung jawab adalah mereka yang terlibat langsung dalam proses perencanaan, perancangan, hingga pelaksanaan pembangunan musala tersebut. β€œTentu yang dekat dengan pusaran kasus ini, kita katakan sebagai episentrum kasus. Orang yang memiliki ide untuk melakukan pemugaran atau pembangunan gedungβ€”idenya dari siapa? Itu yang harus ditelusuri,” ujarnya. Hery menjelaskan, rantai tanggung jawab hukum dalam kasus seperti ini tidak berhenti pada para pekerja lapangan semata. Ia menekankan bahwa pekerja harian atau buruh bangunan umumnya hanya melaksanakan instruksi, sehingga bukan mereka yang seharusnya dimintai pertanggungjawaban hukum utama. β€œBukan para pekerja harian yang kita maksud, tetapi pihak-pihak yang mengonsep, yang menyetujui, dan yang mengawasi pembangunan itu. Mereka inilah yang seharusnya diperiksa lebih jauh untuk mengetahui apakah telah terjadi kelalaian dalam proses tersebut,” katanya. Lebih lanjut, Hery menilai bahwa fokus utama penyelidikan mestinya diarahkan pada aspek struktural dan teknis bangunan, termasuk material yang digunakan, metode pembangunan, serta siapa pihak yang bertanggung jawab dalam pengawasan. Dalam hukum pidana, lanjutnya, dikenal adanya asas kausalitasβ€”yaitu hubungan sebab-akibat antara tindakan (act) dan akibat (result). Dalam konteks ini, jika pembangunan yang tidak sesuai standar teknis menyebabkan robohnya musala hingga menimbulkan korban jiwa, maka pelaku di balik keputusan itu bisa dimintai pertanggungjawaban pidana. β€œAkan sangat mungkin pihak yang mengusulkan atau menyetujui penambahan bangunan dari struktur yang sudah ada sebelumnya turut dimintai keterangan. Termasuk juga kontraktor atau pihak yang mengerjakan proyek tersebut,” tuturnya. Hery menambahkan, aparat penyidik perlu memeriksa secara menyeluruh dokumen-dokumen perencanaan bangunan, seperti izin mendirikan bangunan (IMB), laporan teknis, hingga siapa pihak yang bertanggung jawab sebagai pengawas lapangan. Dari situ, penyidik dapat menilai apakah ada pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, khususnya Pasal 46 dan 47, yang mengatur mengenai kewajiban pemenuhan persyaratan teknis dan administratif bangunan serta sanksi atas pelanggaran yang menyebabkan kerusakan atau korban jiwa. Dari sudut pandang hukum pidana umum, peristiwa ini dapat dijerat dengan Pasal 359 dan 360 KUHP.
  • Pasal 359 KUHP menyebutkan bahwa barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun.
  • Pasal 360 KUHP mengatur hal serupa jika akibat dari kelalaian tersebut menyebabkan orang lain luka berat atau luka-luka.
β€œJadi, unsur kesalahannya bukan kesengajaan, melainkan kelalaian, kecerobohan, atau kekuranghati-hatian yang menimbulkan korban jiwa maupun luka berat,” jelas Hery. Meski banyak pihak, termasuk keluarga korban, menganggap kejadian tersebut sebagai takdir yang harus diterima dengan ikhlas, Hery menegaskan bahwa dalam konteks hukum, pandangan tersebut tidak dapat menghentikan proses penyelidikan maupun menghapus sifat melawan hukum dari suatu perbuatan. β€œKita menghormati pandangan keagamaan dan nilai-nilai keikhlasan dari keluarga korban. Namun secara hukum, proses penyidikan tetap harus berjalan. Pengusutan tidak bisa berhenti hanya karena peristiwa ini disebut takdir,” ujarnya menegaskan. Ia menutup dengan menyatakan bahwa peristiwa ini seharusnya menjadi pelajaran penting bagi semua pihak untuk lebih mematuhi standar keamanan bangunan dan prinsip kehati-hatian dalam proyek pembangunan fasilitas publik, terutama di lingkungan pendidikan dan keagamaan yang banyak melibatkan anak-anak.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top
Scroll to Top