Peristiwa meninggalnya seorang wanita lanjut usia bernama Yonih (62) akibat antrean panjang saat pembelian gas LPG ukuran 3 kilogram di kawasan Pamulang, Tangerang Selatan, pada Senin (3/2/2025) kemarin, mengundang perhatian luas dari berbagai pihak, termasuk pemerintah. Kejadian tragis tersebut menggugah keprihatinan publik serta menimbulkan desakan agar pemerintah segera mengambil langkah konkret dalam mengatasi kelangkaan LPG 3 kg yang selama ini menjadi kebutuhan utama masyarakat kecil.
Menanggapi insiden yang menyebabkan korban jiwa tersebut, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyampaikan permintaan maaf secara terbuka. Ia mengakui bahwa kebijakan yang diterapkan pemerintah dalam penataan distribusi gas LPG 3 kg telah menimbulkan dampak yang merugikan sebagian masyarakat, terutama mereka yang bergantung pada gas bersubsidi ini untuk keperluan sehari-hari.
Sebagai tindak lanjut atas kejadian tersebut, pemerintah memutuskan untuk kembali mengizinkan para pengecer menjual LPG 3 kg secara lebih fleksibel. Hal ini bertujuan untuk mengurangi antrean panjang di pangkalan resmi serta memastikan masyarakat tetap dapat memperoleh akses terhadap bahan bakar yang menjadi kebutuhan vital, khususnya bagi kelompok ekonomi menengah ke bawah.
Permintaan maaf dari Bahlil Lahadalia disampaikan saat ia melakukan peninjauan langsung ke salah satu pangkalan LPG 3 kg di wilayah Palmerah, Jakarta, pada Selasa (4/2/2025). Dalam kesempatan tersebut, ia menegaskan bahwa pemerintah akan terus melakukan perbaikan dalam kebijakan distribusi agar situasi tidak semakin memburuk.
βKami, pemerintah, pertama-tama memohon maaf atas kejadian ini. Semua yang dilakukan semata-mata bertujuan untuk penataan distribusi LPG agar lebih baik ke depannya,β ujar Bahlil dalam pernyataannya yang dikutip dari Antara.
Selain menyampaikan permohonan maaf, Bahlil juga menyoroti pentingnya peran pengecer dalam distribusi LPG 3 kg di tengah masyarakat. Menurutnya, pengecer merupakan garda terdepan yang menjembatani ketersediaan gas bersubsidi dari pangkalan resmi ke masyarakat luas. Oleh karena itu, salah satu kebijakan baru yang diterapkan pemerintah adalah mengubah status pengecer menjadi sub-pangkalan. Dengan adanya kebijakan ini, pengecer kembali diizinkan untuk menjual LPG 3 kg secara legal dan terpantau, sehingga distribusi bisa berjalan lebih lancar serta menjangkau masyarakat yang lebih luas.
βApa yang kami lakukan pagi ini dan malam ini merupakan respons terhadap situasi yang terjadi. Kami ingin memastikan rakyat dapat memperoleh LPG dengan mudah dan tanpa kendala,β tambahnya.
Pemerintah berharap dengan langkah-langkah perbaikan ini, distribusi gas LPG 3 kg dapat berjalan lebih optimal tanpa mengorbankan masyarakat kecil yang sangat bergantung pada gas melon tersebut. Kejadian tragis seperti yang menimpa Yonih diharapkan tidak terulang kembali, dan pemerintah berjanji akan terus memantau serta mengevaluasi kebijakan agar lebih berpihak pada kepentingan rakyat.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menyatakan bahwa pengecer LPG 3 kg kini kembali diizinkan beroperasi. Namun, dalam kebijakan terbaru pemerintah, status pengecer mengalami perubahan dengan berganti nama menjadi sub-pangkalan. Perubahan ini dilakukan sebagai bagian dari upaya pemerintah dalam menata kembali jalur distribusi LPG 3 kg agar lebih tertata, terkontrol, serta tetap dapat menjangkau masyarakat luas, khususnya golongan ekonomi menengah ke bawah yang sangat bergantung pada gas subsidi tersebut.
Adapun tujuan utama dari pengoperasian kembali pengecer LPG 3 kg dalam bentuk sub-pangkalan adalah untuk menormalkan kembali rantai distribusi gas bersubsidi yang sempat mengalami gangguan. Sebelumnya, pemerintah sempat membatasi distribusi melalui pengecer sebagai bagian dari kebijakan pengetatan penyaluran LPG bersubsidi agar lebih tepat sasaran. Namun, kebijakan tersebut justru menyebabkan kelangkaan di tingkat masyarakat, memicu antrean panjang, dan dalam beberapa kasus bahkan menyebabkan peristiwa tragis, seperti yang terjadi di Pamulang, Tangerang Selatan.
Bahlil juga mengungkapkan bahwa hingga saat ini, sebanyak 370 ribu pengecer telah terdata secara resmi sebagai sub-pangkalan LPG 3 kg. Dengan adanya perubahan status ini, para pengecer kini memiliki peran yang lebih jelas dalam rantai distribusi, serta berada di bawah pengawasan langsung pihak berwenang untuk memastikan distribusi berjalan dengan baik dan sesuai aturan.
Sementara itu, bagi para pengecer yang belum terdaftar sebagai sub-pangkalan, Bahlil menegaskan bahwa Kementerian ESDM, bersama dengan PT Pertamina, akan secara aktif membantu proses pendaftaran mereka. Pemerintah akan menyediakan sistem aplikasi berbasis digital untuk memudahkan para pengecer dalam proses registrasi serta memastikan mereka dapat menjalankan tugasnya sebagai sub-pangkalan secara resmi. Langkah ini juga diharapkan dapat meningkatkan transparansi dan efisiensi dalam pendistribusian LPG 3 kg di seluruh wilayah Indonesia.
Antrean Gas Melon Renggut Nyawa Wanita Renta
Di tengah kebijakan distribusi LPG 3 kg yang tengah menjadi perhatian, kabar duka datang dari Pamulang, Tangerang Selatan. Seorang wanita lanjut usia bernama Yonih (62) meninggal dunia usai mengantre gas melon. Kabar ini disampaikan oleh Ketua Rukun Tetangga (RT) 001, Pamulang Barat, Saeful, yang turut mengikuti perkembangan peristiwa tersebut.
Saeful mengungkapkan bahwa dugaan awal penyebab meninggalnya Yonih adalah kelelahan. Menurutnya, kondisi fisik almarhumah yang sudah lanjut usia kemungkinan besar tidak mampu menahan tekanan akibat antrean panjang serta kondisi cuaca saat itu.
Diketahui, Yonih berangkat dari rumahnya sekitar pukul 10.00 WIB untuk mengantre di salah satu pangkalan gas LPG yang berjarak kurang lebih 300 meter dari kediamannya. Setelah berhasil mendapatkan tabung gas, ia kemudian berjalan pulang. Namun, di tengah perjalanan, ia sempat beristirahat karena merasa kelelahan.
Saat keluarga mengetahui kondisi Yonih semakin memburuk dan membutuhkan pertolongan medis, mereka segera berinisiatif membawanya ke rumah sakit terdekat. Namun, nahas, sebelum sempat mendapatkan perawatan medis, Yonih menghembuskan napas terakhir dalam perjalanan menuju rumah sakit.
Peristiwa tragis ini menjadi pengingat betapa pentingnya kebijakan distribusi LPG 3 kg yang tidak hanya efisien, tetapi juga mempertimbangkan dampaknya terhadap masyarakat, terutama bagi mereka yang berusia lanjut atau memiliki keterbatasan fisik. Kejadian ini diharapkan dapat menjadi dorongan bagi pemerintah untuk lebih cermat dalam merancang kebijakan distribusi energi bersubsidi agar tidak membebani masyarakat kecil.