Menjabat sebagai Jaksa Agung bukanlah tugas mudah bagi Sanitiar Burhanuddin. Godaan uang kerap muncul di sepanjang perjalanan kariernya, terutama sebagai pucuk pimpinan di Korps Adhyaksa.
Burhanuddin mengungkapkan bahwa dirinya pernah ditawari uang sebesar Rp2 triliun agar menghentikan proses hukum di Kejaksaan Agung. Hal ini disampaikan saat ia menjadi bintang tamu di program #QNAMETROTV yang tayang di Metro TV.
Awalnya, Burhanuddin ditanya mengenai iming-iming terbesar yang pernah ia terima dari pihak yang sedang berperkara di Kejaksaan Agung.
“Ada yang mau ngasih saya Rp2 triliun supaya perkaranya nggak jadi,” ungkap Burhanuddin, seperti dikutip dari YouTube Metro TV yang tayang pada Selasa (18/3/2025).
Namun, Burhanuddin dengan tegas menolak tawaran tersebut. Ia tidak mengungkapkan kasus apa yang sedang ditangani saat tawaran itu muncul.
Seperti diketahui, Kejaksaan Agung dalam beberapa waktu terakhir memang gencar membongkar berbagai kasus korupsi besar di Indonesia. Salah satunya adalah kasus korupsi tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk pada periode 2015β2022, yang menyebabkan kerugian negara dan kerugian lingkungan hingga total Rp300 triliun.
Kasus yang terjadi di Bangka Belitung ini telah menyeret 22 tersangka, di mana sebagian besar di antaranya kini telah dijatuhi vonis penjara. Kerugian dari kasus korupsi timah ini tercatat sebagai yang terbesar dalam sejarah pengungkapan kasus korupsi di Indonesia.
Menjabat sebagai Jaksa Agung bukanlah tugas mudah bagi Sanitiar Burhanuddin. Godaan uang kerap muncul di sepanjang perjalanan kariernya, terutama sebagai pucuk pimpinan di Korps Adhyaksa.
Burhanuddin mengungkapkan bahwa dirinya pernah ditawari uang sebesar Rp2 triliun agar menghentikan proses hukum di Kejaksaan Agung. Hal ini disampaikan saat ia menjadi bintang tamu di program #QNAMETROTV yang tayang di Metro TV.
Awalnya, Burhanuddin ditanya mengenai iming-iming terbesar yang pernah ia terima dari pihak yang sedang berperkara di Kejaksaan Agung.
“Ada yang mau ngasih saya Rp2 triliun supaya perkaranya nggak jadi,” ungkap Burhanuddin, seperti dikutip dari YouTube Metro TV yang tayang pada Selasa (18/3/2025).
Namun, Burhanuddin dengan tegas menolak tawaran tersebut. Ia tidak mengungkapkan kasus apa yang sedang ditangani saat tawaran itu muncul.
Seperti diketahui, Kejaksaan Agung dalam beberapa waktu terakhir memang gencar membongkar berbagai kasus korupsi besar di Indonesia. Salah satunya adalah kasus korupsi tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk pada periode 2015β2022, yang menyebabkan kerugian negara dan kerugian lingkungan hingga total Rp300 triliun.
Kasus korupsi timah ini menjadi skandal korupsi terbesar dalam sejarah Indonesia, mengalahkan sejumlah kasus besar sebelumnya, seperti:
- Kasus BLBI dengan kerugian Rp138,4 triliun
- Kasus PT Duta Palma Group di Riau dengan kerugian Rp100 triliun
- Kasus penjualan kondensat di Tuban dengan kerugian Rp35 triliun
- Kasus PT Asabri dengan kerugian Rp22,7 triliun
- Kasus PT Jiwasraya dengan kerugian Rp16 triliun
Terbaru, Kejaksaan Agung juga berhasil mengungkap kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di anak perusahaan PT Pertamina, yaitu PT Pertamina Patra Niaga. Korupsi ini melibatkan sembilan orang tersangka, termasuk Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan, dan terjadi selama lima tahun dari 2018 hingga 2023.
Kerugian akibat kasus ini untuk tahun 2023 saja diperkirakan mencapai Rp193,7 triliun. Jika diestimasi rata-rata kerugiannya sama setiap tahun, maka total kerugian negara selama lima tahun bisa mencapai Rp968,5 triliun β hampir menyentuh Rp1.000 triliun atau Rp1 kuadriliun.
Selain kasus korupsi besar, Burhanuddin juga menjadi sorotan ketika timnya berhasil mengungkap skandal suap terhadap peradilan kontroversial Ronald Tannur. Suap tersebut diduga melibatkan hakim yang menerima bayaran untuk memutuskan vonis bebas bagi tersangka.
Karena keberhasilan membongkar berbagai kasus korupsi besar inilah, ST Burhanuddin kini dijuluki sebagai “Jaksa Agung Pemburu Koruptor.”
Dihukum Mati
Jaksa Agung ST Burhanuddin menyatakan keinginannya agar para koruptor yang menyebabkan kerugian besar bagi negara dijatuhi hukuman lebih berat, bahkan hingga hukuman mati.
“Kalau saya sih mengharapkan (ada hukuman lebih berat), saya kepingin jujur saja,β ujar Burhanuddin dalam program Gaspol! di Kompas.com, Jumat (14/3/2025).
Burhanuddin mengungkapkan bahwa Kejaksaan Agung pernah menuntut hukuman mati terhadap terdakwa Benny Tjokrosaputro dalam kasus korupsi PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) yang merugikan negara hingga Rp22,7 triliun. Namun, pengadilan akhirnya menjatuhkan putusan nihil karena Benny telah lebih dulu dijatuhi hukuman seumur hidup dalam kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya.
“Putusannya, jujur mengecewakan saya. Karena putusannya adalah tidak dikenai hukuman. Nihil. Karena sudah selesai di Jiwasraya,” ujar Burhanuddin.
“Jiwasraya itu seumur hidup. Kan tidak mungkin (vonis) seumur hidupnya dua kali. Masa di alam baka sana masih dimintai lagi tuntutan?” tambahnya.
Meski begitu, Burhanuddin menyadari bahwa vonis hukuman mati sangat bergantung pada jalannya proses persidangan. Namun, menurutnya, hukuman mati bukan satu-satunya bentuk hukuman yang bisa memberikan efek jera kepada koruptor.
Sanksi Sosial Lebih Menyakitkan bagi Koruptor
Burhanuddin menilai bahwa sanksi sosial justru bisa menjadi hukuman yang lebih berat dibandingkan vonis dari pengadilan. Sanksi sosial ini tidak hanya berdampak pada pelaku korupsi, tetapi juga menyasar keluarga mereka.
βKalau (koruptor) dihukum, keluarganya ikut terdampak. Mungkin suatu saat anaknya mau menikah, lalu ada orang yang bilang, βOh ini ya, anaknya koruptor itu.β Itu kan sudah hukuman,β ucap Burhanuddin.
Menurutnya, rasa malu yang dirasakan keluarga koruptor di tengah masyarakat bisa menjadi pelajaran berat bagi pelaku dan orang-orang di sekitarnya.
βYa daripada anakmu malu, istrimu malu, mungkin besanmu malu, keluargamu malu di hadapan tetangga atau masyarakat, ya jangan berbuat nakal,β tegas Burhanuddin.
Dengan adanya sanksi sosial yang berat ini, Burhanuddin berharap para pelaku yang berniat melakukan korupsi bisa berpikir ulang sebelum bertindak.
Sosok ST Burhanuddin
Sanitiar Burhanuddin atau yang kerap disebut ST Burhanuddin telah menjabat sebagai Jaksa Agung sejak 23 Oktober 2019 hingga saat ini. Ia menjadi Jaksa Agung di bawah dua Presiden RI, yaitu Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo Subianto.
Latar Belakang dan Pendidikan
Burhanuddin lahir pada 17 Juli 1954 di Cirebon, Jawa Barat, dan kini berusia 70 tahun. Ia merupakan adik dari politisi PDIP, Tubagus Hasanuddin.
Pendidikan tinggi Burhanuddin meliputi:
- Universitas 17 Agustus 1945 Semarang
- Sekolah Tinggi Manajemen Labora Jakarta
- Universitas Satyagama Jakarta
Awal Karier di Kejaksaan
Burhanuddin memulai karier di Kejaksaan sebagai staf di Kejaksaan Tinggi Jambi pada tahun 1989. Setelah itu, ia mengikuti pendidikan pembentukan jaksa dan beberapa kali menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Negeri di berbagai daerah, termasuk di Bangko (Jambi) dan Cilacap.
Karier Burhanuddin terus menanjak hingga ia menjabat sebagai Direktur Eksekusi dan Eksaminasi Kejaksaan Agung pada tahun 2007. Ia kemudian diangkat menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku Utara pada tahun 2008 hingga 2009.
Setelah itu, Burhanuddin dipercaya menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dan Barat pada tahun 2010. Saat menjabat di Sulawesi Selatan dan Barat, Burhanuddin dikenal karena ketegasannya dalam menangani kasus korupsi.
“Korupsi itu seperti kentut, ada baunya tapi tidak ada bentuknya. Tugas kita di kejaksaan adalah membuktikan bentuk itu,” ujar Burhanuddin pada November 2010.
Pada masa itu, Burhanuddin menangani sejumlah kasus besar, termasuk perkara korupsi yang menjerat Ichsan Yasin Limpo (mantan Bupati Gowa), adik kandung Syahrul Yasin Limpo (mantan Gubernur Sulawesi Selatan dan eks Menteri Pertanian yang kini menjadi terpidana KPK).
Posisi Strategis Sebelum Menjadi Jaksa Agung
Burhanuddin menjabat sebagai Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) pada tahun 2011 hingga pensiun pada tahun 2014.
Setelah pensiun dari kejaksaan, Burhanuddin dipercaya sebagai Komisaris Utama PT Hutama Karya (Persero) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Negara BUMN No. SK-132/MBU/8/2015 tertanggal 4 Agustus 2015.
Menjadi Jaksa Agung di Dua Pemerintahan
Pada 23 Oktober 2019, ST Burhanuddin dilantik sebagai Jaksa Agung RI oleh Presiden Jokowi. Ia kemudian kembali dipercaya melanjutkan jabatan tersebut di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Selama masa jabatannya, Burhanuddin berhasil membongkar berbagai skandal korupsi besar di Indonesia, di antaranya:
β
Kasus korupsi tata niaga timah (Rp300 triliun) β terbesar dalam sejarah Indonesia
β
Kasus PT Asabri (Rp22,7 triliun)
β
Kasus PT Jiwasraya (Rp16 triliun)
β
Kasus BLBI (Rp138,4 triliun)
β
Kasus PT Duta Palma Group (Rp100 triliun)
β
Kasus penjualan kondensat (Rp35 triliun)
β
Kasus tata kelola minyak mentah PT Pertamina Patra Niaga β potensi kerugian hingga Rp1.000 triliun
Selain itu, Burhanuddin juga berani mengungkap kasus suap yang melibatkan hakim dalam sidang Ronald Tannur, yang berujung pada vonis bebas yang kontroversial.
Atas keberhasilan membongkar berbagai kasus besar ini, ST Burhanuddin kini mendapat julukan sebagai “Jaksa Agung Pemburu Koruptor.”

